Journey is never flat

Minggu, 16 Agustus 2015

Symbal, sang saka dan teman kecil

Ketika sedang berada dikantor kemarin, entah itu candaan atau terlemparnya aku ke masa lalu, ada salah satu temanku yang bertanya kepadaku, “kamu butuh penghapus kayaknya..” aku heran “maksudmu…” dia sedikit tersenyum “iya penghapus masa lalu.. haha” disertai derai tawa teman-teman yang lain… aku hanya menggerutu dalam hati. #Dasar

Iya kalo difikir-fikir temen dikantorku agak #geblek semua kalo lagi becanda, tapi aku senang berteman dengan mereka. Semoga pertemanan kita berjangka panjang ya,, semoga.

Gara-gara sindiran itu, aku jadi teringat masa lalu..

Ketika aku masih duduk dibangku SMP, aku paling senang mengikuti kegiatan sekolah, apalagi ketika menjelang 17san. Dimana setiap siswa sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, paskibra, drumband, olahraga, kesenian, dan lain-lain. Sekolah SMPku terletak diujung kecamatan. Sehingga jika akan ada festival besar kita semua ramai-ramai menuju kecamatan. Dikecamatan ternyata lahannya tidak cukup untuk mengadakan upacara bendera 17san.  Akhirnya upacara 17san selalu dilakukan dilapangan sepakbola yang jaraknya lebih jauh dari kecamatan.

Aku masih kelas 1 SMP waktu itu, aku selalu takjub dengan kakak kelasku dulu, ketika melihat mereka sedang latihan menaikan sang saka merah putih yang akan dikibarkan untuk acara 17san nanti. Postur tubuh pasukan paskibra yang tinggi, kulit mereka yang awalnya coklat sawo matang kini setelah latihan sebulan kulit mereka lebih menghitam lebih matang dari sawo matang. Perjuangan setelah berlatih selama sebulan full. Aku suka dan ingin sekali seperti mereka.

Ketika aku melihat pasukan drumband, aku lebih tertarik lagi dengan mereka. Drumband lebih sederhana daripada marchingband, drumband tidak begitu lengkap alatnya seperti marchingband, hanya ada snare, kuarto tom-tom, bellyra, symbal dan stick majorette. Tidak ada terompet,  apalagi baritone. Tapi aku tetep takjub dengan mereka pada waktu itu. Walaupun mereka hanya memainkan lagu-lagu kemerdekaan dan lagu daerah Tapi menurutku diwaktu itu mereka sangat cool, mereka berjuang membawa alat-alat drumband masing-masing dari mulai snare,tom-tom yang paling kecil sampai dengan Bass yang paling besar setinggi orang yang membawanya, wow, amazing deh. Aku tidak pernah terbayang betapa capeknya mereka berjalan mengelilingi lapangan luas dengan membawa alat-alat drumband sebesar itu. Yang paling ringan diantara semua pembawa drumband itu menurutku hanya majorette dan pembawa  symbal.

Majorette dengan stick majorettenya berjalan memimpin pasukan drumbandnya, dan symbal yang hanya berbunyi sekali setiap snare berhasil mengetuk ritmis sampai selsai. Cukup mudah menurutku daripada alat yang lainnya. Dan pada waktu itu hanya satu alat yang diberikan kesempatan kepada adik kelas satu untuk bisa ikut pasukan drumband, deg aku ingin! Alat apapun itu, aku ingin ikut pasukan drumband. Aku masih kelas 1 dan masih baru sekali masuk kedunia mereka. Tapi, Apakah aku berhasil masuk dalam pasukan itu? Sayangnya “tidak”

Lalu siapa adik kelas satu yang berhasil masuk pasukan drumband impianku itu? Ternyata “dia” teman kecilku. Sebut saja Davi. Dan ternyata alat yang mereka beri kesempatan kepada adik kelas meraka adalah “symbal”.

 “Cisss… cisss… “ Suara yang dikeluarkan symbal berdesis kencang. Lucu sekali davi kecil membawa symbal ditengah-tengah pasukan drumband lain. Kita teman-teman sekelasnya tertawa riang melihat dia berhasil masuk pasukan itu walaupun tugasnya hanya mengeluarkan bunyi ciss dari symbal. Hebat.

Yang paling aku bangga ketika menghadapi 17san adalah sesosok pelatih paskibra yang tegas. Namanya adalah bapak syamsi. Beliau ketika melatih pasukan paskibra sangat disiplin, rapi, dan bersih. Guru paskibraku sekaligus bapak pramukaku dulu adalah orang yang luar biasa bagiku. Beliau selalu menerapkan kedisiplinan waktu latihan, siapa saja yang tidak disiplin akan kena hukuman. Hukumannyapun mendidik, tidak ada kekerasan atau apapun yang membuat murid trauma. Tapi membuat murid hormat dan menjadi lebih baik. Maka tak ayal ketika aku SMP dulu semua aktivitas ekstrakulikuler yang melibatkan beliau menjadi leader akan aku ikuti, seperti paskibra, pramuka, volley ball, basket ball, running, semua aku ikuti selama beliau yang melatih.

Hari H.. 17 agustus 2003

Aku bersama teman-teman sekelas berbondong-bondong menuju lapangan upacara. Menjadi pasukan upacara waktu itu, panas menyengat, rasa nasionalisme muncul setiap bendera sudah akan mencapai puncak tiang tertinggi waktu itu. Mungkin bagi para pasukan paskibra waktu itu mereka merasakan dag dig dug yang luar biasa cemas apakah sang saka berhasil tepat di atas beriringan dengan lagu Indonesia raya. Selalu. Selalu cemas pastinya. Tapi tidak menyiratkan hal demikian diwajah mereka. Tetap optimis dan tidak susut semangat. Selalu diingatkan dengan tokoh-tokoh pahlawan kemerdekaan yang berhasil membebaskan Indonesia dari penjajahan. Mereka lebih berjuang, mereka lebih nerdarah-darah dibandingkan kita sekarang. Kita sekarang tidak ada apa-apanya dibandingkan pengorbanan pahlawan terdahulu. Tapi kita selalu ingin memberikan yang terbaik untuk Indonesia.

Ada yang menarik dari teman kecilku yang lain, sebut saja dia baim. Baim itu cewek, tapi pertama bertemu dia memang sudah seperti cowok. Sampai sekarangpun sama, bahkan lebih parah. Ketika selsai upacara bendera aku melihat baim melihat-lihat jajanan dipinggir jalan. Sepertinya dia tidak punya banyak teman cewek waktu itu. Aku tegur dia “hey im.. ke festival korsel yuk..” ..”ogah ah.. gue mau kelapangan lagi bareng temen-temen cowok gue..” , “okelah..” jawabku santai.

 Baim enggan berteman dengan cewek-cewek disekolah. Aku saja yang tomboy ga kayak baim amat, dia berani menaruh ulat berbulu lebat ditangannya sambil menunjukannya padaku waktu itu.. “dari mana kamu mendapatkan ulat bulu itu? Apa ga gatal-gatal tu tangan” tanyaku, dia jawab santai “engga ko.. liat ulat itu mulai berjalan ditanganku..” sambil nyengir. Aku melongo heran. Kok bisa tidak gatal.

Teman kecilku yang lain sangat nakal saat dikelas. Tapi ketika 17san itu aku jarang melihat mereka berada dilapangan. Kabur. Tidak  mengikuti upacara bendera, dan kemungkinan besar mereka kefestival korsel, naik wahana yang ada disana atau masuk rumah hantu, atau mungkin jajan aromanis dan lainnya. Entahlah yang pasti momen 17san masa kecilku sungguh bermakna, rasa nasionalime muncul dari sini.

17 agustus 2003 aku bahagia karena pada saat itu aku sudah mulai merancang perjuanganku ke depan dengan teman-teman kecil, guru dan sekolahku.

By. Bluegreensee
(Ikut ngeramein 17 Agt 2015 besok yang ke 70)


DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Popular Posts

Copyright © Bluegreensee on a Journey | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com