Journey is never flat

Read More

Rafting Telaga Waja, Bali

"Life is either a daring adventure or nothing at all". - Hellen Keller -
Read More

Edelweiss, Mt. Papandayan

"Bahagia itu ketika melihat bunga edelweiss, artinya kamu semakin dekat.. dengan puncak"
Read More

Me at Mt. Guntur

"Tersenyumlah, karena semurah-murahnya sedekah adalah senyummu yang tulus ikhlas"
Read More

Mt. Guntur 2.249 mdpl

"If you think you Can, yes you Right. If you think you Cant, yes you Right". - Henry Ford -
Read More

Member of Pendaki Muslim

"Ketika bersama mereka, aku baru menyadari bahwa mereka adalah sahabat terbaik dijalur pendakian"

Senin, 08 Februari 2016

Kisahku tentangmu ikan berkumis, ikan ekor indah dan pesantren


Malam ini sengaja aku buka kompi hanya untuk melihat foto-foto hasil jepretanku yang lalu. Aku buka folder Kampung Babakan. Bahkan aku masih tidak percaya bahwa aku pernah tinggal cukup lama di sana. Kampung Babakan. Ya, kampung yang terletak di desa ciseeng bogor itu cukup memberikan kenangan yang mendalam terhadapku. Di sana aku pernah bertugas untuk memberdayakan ekonomi masyarakat yang berbasis budidaya ikan lele. Pertama kali aku menginjakkan kaki di sana, aku merasa ini bukan tempat yang cukup menenangkan untuk aku tinggali. Secara aku lebih suka menyendiri dengan seabrek buku dengan nulis ngalor ngidul di kompi dari pada harus menemani bocah-bocah yang berlari kesana kemari tanpa baju atasan dan alas kaki. Mereka terlihat asyik bermain di bawah sinar matahari. Ketika melihatku, mereka sedikit tenang dan memperhatikan aku dengan heran. Melihatku dengan setelan gamis, jaket almamater organisasi dan kaos kaki. “teteh kade kotor atuh baju na ulin didieu mah…” sahut bocah berusia sekitar 9 tahun. Aku tersenyum lebar menata hati dan fikiran sebentar. Lalu aku jawab “teu nanaon.. pan berani kotor teh baik lin..?” senyumku lebar. Lalu mereka menyalamiku semua dengan gembira seakan aku adalah guru SD mereka. Aku bisa bahasa sunda karena aku memang asli sunda. Tapi bahasa sunda di sini cukup kasar dan aku bisa mengimbangi bahasa mereka karena aku tidak begitu pandai bahasa sunda halus. Sampai sekarang aku lebih suka sunda kasarnya orang bogor.


Masih tidak percaya bahwa salah satu kewajiban seorang fasilitator adalah tinggal bersama masyarakat yang akan kita berdayakan. Frustasi dan sedikit menunda-nunda untuk pindah dari kosan lama dekat kampus. Hingga mau tidak mau aku memang harus pindah. Hari pertama pindah aku niatkan benar-benar untuk menambah knowledge tentang komodity enterprise dan sedikit lebih mandiri dari sebelumnya. Dengan ditemani rekan kerja dari koperasi (binaanku juga), dia dengan sabar ikut membantu memindahkan baju, kasur, tivi, dan lemari plastic menggunakan motor astrea legendaku yang dibelikan bapak untuk aku kerja di sini. Malam dengan rintikan hujan aku masih sibuk pulang pergi kosan lama ke kampung babakan membawa barang-barang itu. Ketika aku sampai di rumah pak RT kampung babakan. Aku disambut oleh bu RT, dan anak-anak yang akan berangkat mengaji. Mereka satu per satu membawakan barang-barangku membuat bebanku semakin berkurang untuk mengangkut barang-barang itu. Sedikit bocoran bahwa aku tidak mau sedikitpun barang-barangku tertinggal dikosan yang lama barang seharipun. Jadi aku berusaha keras hari itu juga selsai angkut barang. Sampai bapak RT geleng-gelang kepala sedikit tidak percaya aku membawa tivi votre merah muda yang cukup berat itu menggunakan motor legenda.



Jalan menuju kampung babakan cukup complicated. Tidak beraspal, kerikil berlapis tanah, tanah berlapis tanah, dan lengkaplah sudah jika hujan datang. Licin, apalagi bawa motor. Jalan kaki saja kita seperti terjebak di tengah-tengah lumpur hidup yang siap menelan kaki dan tubuh kita ketika itu juga. Aku mencoba beradaptasi di sini. Ketika aku menelepon mamah di rumah beliau sedikit terdiam mendengar keadaanku berada di sini. Mungkin beliau juga sedikit khawatir akan keberadaanku saat ini. Aku segera menghibur mamah dengan sedikit kebohongan bahwa aku di sini sangat nyaman dengan masyarakat yang sangat care dengan aku. Dan tak lupa bilang ke mamah bahwa beliau harus ke sini bersama bapak untuk lihat budidaya ikan lele dan harus melihat pak RT, bu RT, ummi ety pimpinan pesantren, anak-anak pengajian, dan ikan cupang. Ya, aku ingin memperkenalkan mereka semua pada kedua orang tuaku.

Aku sengaja tinggal di kobong pesantrenya ummi ety, aku diberikan sebuah ruangan yang cukup luas. Dua ruangan yang aku gunakan untuk kamar dan untuk dapur. Hanya saja kamar mandi terletak di luar tidak di dalam. Yang membuat sedikit nyaman adalah ketika keluar kobong aku melihat hamparan kolam ikan lele dan sawah yang menyebar luas di semua area pesantren. Tepatnya pesantren ini berada ditengah-tengah luasnya kolam ikan lele milik masyarakat babakan. Menuju ke pesantren ini pun tidak mudah. Dari jalanan licin yang aku ceritakan tadi, kita harus jalan kaki/bawa motor lagi menuju jalan setapak yang lebih licin dan mengerikan. Kita seperti sedang melintasi jembatan sirotol mustaqim menggunakan motor. Hehe. Jika tidak seimbang sedikit saja maka sudah pasti kita akan nyebur langsung ke empang. Tinggal pilih mau jatuh ke sebelah kiri ada empang atau jatuh ke sebelah kanan ada selokan. Mantep dah.


Hari berganti hari, minggu berganti minggu aku merasa betah berada di sini. Kenapa? Karena hari-hariku sangatlah produktif. Aku merasa apa yang aku pelajari ketika kuliah dan berorganisasi aku terapkan semua ilmunya di sini. Aku adalah lulusan akuntansi dengan IPK yang memuaskan walaupun bukan cumlaude. Ketika aku membantu para petani ikan untuk aku berdayakan, aku membuat proposal bisnis untuk mereka. Mulai dari deskripsi usaha, analisis biaya, analisis keuangan, laba rugi dan proyeksi bagi hasil. Semua aku yang rangkai agar para petani ini dapat permodalan untuk mengembangkan usahanya. Dan bingo! Aku berhasil meyakinkan koordinatorku untuk memberikan permodalan itu dengan catatan aku terus mendampingi mereka. Aku siap dan para petanipun sangat bahagia bisa diberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Aku juga mengerti kenapa di sini masyarakatnya tidak maju-maju dalam ekonomi keluarga mereka. Salah satunya karena mereka merasa sudah merasa cukup dan nyaman dengan kondisi mereka saat ini. Anak-anak mereka tidak terlalu jadi pusat perhatian mereka dalam waktu jangka panjang, karena mereka akan melepaskan anak-anak mereka ketika mereka lulus SMA. Yang perempuan sudah pasti akan langsung menikah dan yang laki-laki akan menjadi petani seperti orang tua mereka. Tidak ada pendidikan jenjang perguran tinggi bagi anak-anak di sini. Pola fikir orang tua yang sudah membudaya di tengah-tengah masyarakat. Cukup terdiam menerima kenyataan bahwa anak-anak perempuan di sini hampir semua menikah di usia masih sangat muda. Lulus SMA, bahkan ada yang lulus SMP langsung menikah. Aku kadang bertanya kepada gadis-gadis belia itu ketika mereka ikut mengaji di pesantren ummi ety, kenapa mereka tidak mau melanjutkan kuliah, atau mengembangkan minat dan bakat setelah lulus SMA. Mereka hanya tersenyum dan menjawab ala kadarnya, membuatku kurang puas. Hanya karena sudah memiliki pacar ketika SMA dan harus segera menikah daripada terjadi hal yang tidak di inginkan. Lagi-lagi pergaulan dan lingkungan sangat mempengaruhi pola fikir mereka. Ya, walau bagaimana pun memang lebih baik menikah dari pada terjadi hal yang tidak diinginkan. Nah lo. Yuliiiii… what should I do, ya Allah?


Okey, kembali kepada proyek pemberdayaan. Setelah 3 bulan berlalu akhirnya para petani itu memperoleh hasil yang sungguh diluar dugaan. Usaha mereka berhasil memberikan keuntungan dan bagi hasil yang cukup memuaskan bagi koperasi sebagai akses permodalan dan usaha kelompok tani mereka sendiri. Aku sengaja membuat kelompok usaha induk di bawahnya koperasi agar suatu saat nanti jika koperasi yang selama ini menjadi satu-satunya akses permodalan mereka sudah tidak bisa mengucurkan dananya lagi kepada para petani maka mereka bisa menggunakan uang dari saldo kas kelompok induk tani.



Selain memberdayakan ikan lele dan ikan hias aku berbaur juga dalam mengajar anak-anak pesantren untuk ikut mengaji. Ummi ety sangat senang sekali aku bisa mengajar anak-anak pengajian. Ketika ramadhan tiba aku mengajak sahabatku anisyah untuk turut membantuku mengadakan lomba cerdas cermat, pidato, mewarnai, puisi dan lomba adzan. Antusias anak-anak sungguh diluar dugaan. 3 jam sebelum lomba dimulai anak-anak sudah hiruk pikuk berada di aera pesantren. Sedangkan aku masih berada di kobong bersama anis menyiapkan kado pemenang lomba nanti. Aku terharu ketika anak-anak mulai mengikuti lomba demi lomba. Aku sengaja mengeluarkan banyak anggaran untuk acara ini dari uang saku ku. Aku tidak meminta kepada ummi karena aku tahu ummi pun sudah cukup kesulitan untuk membiayai operasional pesantren. Karena pak ustad suami ummi ety juga sedang sakit keras. Aku selalu berdoa semoga pak ustad yang sangat rendah hati dan baik hati itu segera pulih kembali.





Aku melihat anak-anak ceria sekali, senyum mereka mengembang ketika aku menceritakan kisah-kisah para nabi dengan gayaku sendiri. Ketika malam tiba aku arahkan mereka ke halaman depan pesantren, yaitu sebuah halaman rumput yang cukup luas. Aku membuat lingkaran dengan mereka dan aku mulai bercerita tentang nabi Muhammad sang teladan dan para sahabat nabi yang sangat pemberani melawan orang kafir bersama nabi Muhammad SAW. Mereka bertakbir dan ikut bernyanyi menyanyikan 25 nabi dengan gubahan lirik dan lagam dari “lagu balonku ada lima”. Mereka hafal dan mulai mengetahui satu demi satu kisah 25 nabi itu. Bahagianya.



Detik-detik selsai program..

Sekitar satu bulan lagi dari masa program pemberdayaanku selsai. Aku dikunjungi oleh kedua orang tua ku dan kedua ua aku. Mereka berdecak dan geleng-geleng kepala tak percaya aku tinggal dan bekerja ditempat seperti ini. Sampai sekarang aku tidak tahu apakah mereka waktu itu bangga atau tidak padaku berada di sana dan mandiri secara perlahan di sana. Tapi aku lihat sekilas wajah mamah dan bapak tidak ada ke khawatiran terhadap diriku. Mereka sepenuhnya percaya bahwa aku bisa melakukan hal apapun yang aku mau dan aku fokuskan semuanya di situ. Aku memperkenalkan mereka semua kepada ummi ety, bu RT dan pak RT, merkeka juga aku ajak menjenguk suami ummi ety pak usatad yang sedang sakit. Kedua orang tuaku dan kedua ua ku turut sedih melihat ustad sakit keras seperti itu. Lalu mereka pun pergi pamit setelah mengunjungiku. Aku tersenyum pahit melihat mereka pergi.

Sampai pada titik pengahabisan program, aku belum mengucapkan apapun kepada semua yang ada di kampung babakan ini. Bahwa I have to go, and I always remember this moment everytime. Tapi lagi-lagi aku belum siap hingga akhirnya pak RT mendapatkan informasi rencana kepergianku dari orang lain. Semuanya cukup aneh karena aku sepertinya baru beberapa hari tinggal di sini tapi sudah harus pergi. Beberapa hari? Aku sudah 7 bulan di sini. Cukup lama memang.

Sambil berkemas aku membuka jendela kobong. Mengingat masa-masa indah dan sedikit masa kelam saat berada di sini. Bagaimana akhirnya aku terjatuh ketika membawa motor pas hujan deras. Terjatuh ke selokan. Suatu kepastian karena tidak ada pilihan lain waktu itu. Jatuh ke kiri masuk empang atau jatuh ke sebelahnya lagi masuk selokan. Akhirnya aku malah masuk selokan. Rok hitamku robek seketika sampai paha. Tinggal terlihat celana olah raga panjang dibalik rok hitamku itu, kaca spion motor hilang ikut hanyut terbawa arus selokan. Sandal gunung sudah tak berwarna hijau lagi dan berubah warna jadi coklat tanah. Ya, aku ingat kenangan itu. Aku langsung ditolong oleh anaknya ummi ety dan aku bilang tidak apa-apa ko. Lalu aku menjahit rok hitamku dirumah salah satu anggota petani ikan hias. Menjahit dengn benang warna merah, jadi terlihat berwana rok hitamku itu. Tapi setelah itu aku tertawa sendiri, kok bisa ya jatuh juga ke selokan. Hehe. Termenung. Senyum lagi.

Lalu kenanganku beralih lagi ketika aku tidur sendirian di kobong ditemani suara kodok empang dan jangkrik sawah. Sekitar pukul 1 malam. Aku bermimpi. Mimpi yang mebuatku menangis jika teringat mimpi itu. Mimpi dimana aku sedang berada pada suasana lebaran, dan aku sedang makan ketupat bersama mamah dan bibi ku. Seketika itu pula ada yang memberitahu kami bahwa ketupat yang kami makan beracun. Mamah dan bibi yang belum menelan ketupat itu langsung lari ke belakang dan memuntahkan semua ketupat yang belum tertelan itu. Sedangkan aku, aku sudah terlanjur menelannya dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku terbangun (masih dalam mimpi) aku berjalan lemas tak tentu arah. Aku lihat mamah dan bibi masih sibuk menyalami keluarga besar di lebaran itu. Sepertinya mereka tak langsung melihat kondisiku karena banyak tamu yang berdatangan ke rumah. Aku menghampiri mamah berusaha bicara dengan mamah tapi mamah tidak mendengarku, aku bicara dengan bibi dia juga tidak menyadari keberadaanku, aku kaget dan menangis seketika. Semua orang yang ada dipertemuan itu tidak melihat keberadaanku. Aku berlari ke tempat aku tadi memakan ketupat itu. Ternyata tubuhku terkulai di situ. Aku menangis sejadi-jadinya karena ternyata aku sudah terpisah dari jasadku. Aku kembali ingin menemui mamah dan ingin menyadarkan dia bahwa ini aku, anakmu, bantulah aku mah. Aku berlari keruang tamu dan aku berhenti berlari ketika aku melihat sahabat masa kecilku datang kerumah untuk bertamu dan saling maaf memaafkan. Aku melihat dia, menyalami semua keluargaku, aku mendekatinya. Lagi-lagi dia tidak menyadari keberadaanku. Hatiku semakin tercabik karena harus menerima kenyataan bahwa aku telah “meninggal”.

Ya aku meninggal, aku masih menangis diluar rumah yang sedang ramai dengan tamu dilebaran itu. Sehingga sampailah pada saat cahaya itu datang. Cahaya itu berwarna putih membentuk lorong panjang. Aku meilhat lorong itu dan aku menangis tanpa henti dan mulai menerima kenyataan bahwa aku harus pergi melewati lorong itu. Aku memohon pada Allah bahwa aku siap bertemu denganNya dengan satu syarat, “Maafkan semua kesalahan dan dosa-dosaku.. ya Allah..” Aku berjalan perlahan melewati cahaya putih itu. Langkah demi langkah aku lalui, aku masih terisak, lalu setelah beberapa langkah aku melewati lorong cahaya itu, cahaya mulai meredup dan menelanku ke dalam dan suasana lain dengan redup dan mulai gelap. Aku tersadar bahwa aku belum waktunya pergi, aku melihat ke belakang dan pintu lorong itu masih terbuka lebar, melihat halaman depan rumahku. Aku masih melihat halaman depan rumahku. Aku berbalik arah dan berlari meninggalkan lorong itu dan aku mengatakan sesuatu kepada Allah, dan kata-kata itu sungguh tidak tahu akan seperti apa nantinya. Aku berkata “ya Allah aku harus menyampaikan sesuatu kepada sahabat kecilku dulu. Aku belum mau pergi”. Aku berlari dan terus berlari sehingga aku mampu keluar dari lorong itu dan cahaya alam dunia kembali kepadaku. Aku kembali ke halaman rumah dan.. aku terbangun dari mimpi. Aku menangis sejadi-jadinya di kobong. Aku lalu berlari keluar kobong mengambil air wudhu dan menunaikan shalat malam dan menangis sejadi-jadinya sampai subuh tiba.

Aku tidak menceritakan mimpi ini kepada orang lain. Hanya menuliskannya di sini. Sampai sekarang aku tidak tahu apa yang akan aku sampaikan kepada sahabat kecilku itu dalam mimpiku.

Dipenghujung kepergianku di kobong, pesantren, kampung babakan, koperasi, masyarakat mandiri dompet dhuafa dan semua yang telah menyukseskan program pemberdayaan ini. Aku berterima kasih banyak karena tanpa kalian semua, aku bukanlah apa-apa. Aku tetaplah yuli yang belum seproduktif ini sampai dengan bertemu kalian. Sampai hari kepergianku pun aku tidak pamitan dengan kalian. Maafkan aku karena aku paling tidak suka perpisahan. Terasa menyakitkan, seperti mimpiku itu. Aku hanya berharap kita akan selalu bertemu dalam keadaan yang paling baik dan paling bertaqwa kepada Allah SWT. Aamiin.

Untuk orang terkasih yang menemani masa pertama baktiku : Bapak Sutisna, Bude Hesti, Mba vika, mba tri, ibu RT, bapak RT, ummi etty, pak ustad, bu euis, bu tuti, pak omat, pak dedi dan semua desa binaan di jampang dan kampung iwul. I miss u always and forever. Semoga Allah merahmati kita semua.




Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Popular Posts

Copyright © Bluegreensee on a Journey | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com