Malam ini sengaja aku buka kompi hanya untuk melihat foto-foto hasil jepretanku yang lalu. Aku buka folder Kampung Babakan. Bahkan aku masih tidak percaya bahwa aku pernah tinggal cukup lama di sana. Kampung Babakan. Ya, kampung yang terletak di desa ciseeng bogor itu cukup memberikan kenangan yang mendalam terhadapku. Di sana aku pernah bertugas untuk memberdayakan ekonomi masyarakat yang berbasis budidaya ikan lele. Pertama kali aku menginjakkan kaki di sana, aku merasa ini bukan tempat yang cukup menenangkan untuk aku tinggali. Secara aku lebih suka menyendiri dengan seabrek buku dengan nulis ngalor ngidul di kompi dari pada harus menemani bocah-bocah yang berlari kesana kemari tanpa baju atasan dan alas kaki. Mereka terlihat asyik bermain di bawah sinar matahari. Ketika melihatku, mereka sedikit tenang dan memperhatikan aku dengan heran. Melihatku dengan setelan gamis, jaket almamater organisasi dan kaos kaki. “teteh kade kotor atuh baju na ulin didieu mah…” sahut bocah berusia sekitar 9 tahun. Aku tersenyum lebar menata hati dan fikiran sebentar. Lalu aku jawab “teu nanaon.. pan berani kotor teh baik lin..?” senyumku lebar. Lalu mereka menyalamiku semua dengan gembira seakan aku adalah guru SD mereka. Aku bisa bahasa sunda karena aku memang asli sunda. Tapi bahasa sunda di sini cukup kasar dan aku bisa mengimbangi bahasa mereka karena aku tidak begitu pandai bahasa sunda halus. Sampai sekarang aku lebih suka sunda kasarnya orang bogor.
Masih tidak
percaya bahwa salah satu kewajiban seorang fasilitator adalah tinggal bersama
masyarakat yang akan kita berdayakan. Frustasi dan sedikit menunda-nunda untuk
pindah dari kosan lama dekat kampus. Hingga mau tidak mau aku memang harus
pindah. Hari pertama pindah aku niatkan benar-benar untuk menambah knowledge
tentang komodity enterprise dan sedikit lebih mandiri dari sebelumnya. Dengan
ditemani rekan kerja dari koperasi (binaanku juga), dia dengan sabar ikut
membantu memindahkan baju, kasur, tivi, dan lemari plastic menggunakan motor
astrea legendaku yang dibelikan bapak untuk aku kerja di sini. Malam dengan
rintikan hujan aku masih sibuk pulang pergi kosan lama ke kampung babakan
membawa barang-barang itu. Ketika aku sampai di rumah pak RT kampung babakan. Aku
disambut oleh bu RT, dan anak-anak yang akan berangkat mengaji. Mereka satu per
satu membawakan barang-barangku membuat bebanku semakin berkurang untuk
mengangkut barang-barang itu. Sedikit bocoran bahwa aku tidak mau sedikitpun
barang-barangku tertinggal dikosan yang lama barang seharipun. Jadi aku
berusaha keras hari itu juga selsai angkut barang. Sampai bapak RT
geleng-gelang kepala sedikit tidak percaya aku membawa tivi votre merah muda
yang cukup berat itu menggunakan motor legenda.
Jalan menuju
kampung babakan cukup complicated. Tidak beraspal, kerikil berlapis tanah,
tanah berlapis tanah, dan lengkaplah sudah jika hujan datang. Licin, apalagi
bawa motor. Jalan kaki saja kita seperti terjebak di tengah-tengah lumpur hidup
yang siap menelan kaki dan tubuh kita ketika itu juga. Aku mencoba beradaptasi
di sini. Ketika aku menelepon mamah di rumah beliau sedikit terdiam mendengar
keadaanku berada di sini. Mungkin beliau juga sedikit khawatir akan
keberadaanku saat ini. Aku segera menghibur mamah dengan sedikit kebohongan
bahwa aku di sini sangat nyaman dengan masyarakat yang sangat care dengan aku. Dan
tak lupa bilang ke mamah bahwa beliau harus ke sini bersama bapak untuk lihat
budidaya ikan lele dan harus melihat pak RT, bu RT, ummi ety pimpinan
pesantren, anak-anak pengajian, dan ikan cupang. Ya, aku ingin memperkenalkan
mereka semua pada kedua orang tuaku.
Aku sengaja
tinggal di kobong pesantrenya ummi ety, aku diberikan sebuah ruangan yang cukup
luas. Dua ruangan yang aku gunakan untuk kamar dan untuk dapur. Hanya saja
kamar mandi terletak di luar tidak di dalam. Yang membuat sedikit nyaman adalah
ketika keluar kobong aku melihat hamparan kolam ikan lele dan sawah yang
menyebar luas di semua area pesantren. Tepatnya pesantren ini berada
ditengah-tengah luasnya kolam ikan lele milik masyarakat babakan. Menuju ke
pesantren ini pun tidak mudah. Dari jalanan licin yang aku ceritakan tadi, kita
harus jalan kaki/bawa motor lagi menuju jalan setapak yang lebih licin dan
mengerikan. Kita seperti sedang melintasi jembatan sirotol mustaqim menggunakan
motor. Hehe. Jika tidak seimbang sedikit saja maka sudah pasti kita akan nyebur
langsung ke empang. Tinggal pilih mau jatuh ke sebelah kiri ada empang atau
jatuh ke sebelah kanan ada selokan. Mantep dah.
Hari berganti
hari, minggu berganti minggu aku merasa betah berada di sini. Kenapa? Karena
hari-hariku sangatlah produktif. Aku merasa apa yang aku pelajari ketika kuliah
dan berorganisasi aku terapkan semua ilmunya di sini. Aku adalah lulusan
akuntansi dengan IPK yang memuaskan walaupun bukan cumlaude. Ketika aku
membantu para petani ikan untuk aku berdayakan, aku membuat proposal bisnis
untuk mereka. Mulai dari deskripsi usaha, analisis biaya, analisis keuangan,
laba rugi dan proyeksi bagi hasil. Semua aku yang rangkai agar para petani ini
dapat permodalan untuk mengembangkan usahanya. Dan bingo! Aku berhasil
meyakinkan koordinatorku untuk memberikan permodalan itu dengan catatan aku
terus mendampingi mereka. Aku siap dan para petanipun sangat bahagia bisa
diberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Aku juga mengerti kenapa di
sini masyarakatnya tidak maju-maju dalam ekonomi keluarga mereka. Salah satunya
karena mereka merasa sudah merasa cukup dan nyaman dengan kondisi mereka saat
ini. Anak-anak mereka tidak terlalu jadi pusat perhatian mereka dalam waktu
jangka panjang, karena mereka akan melepaskan anak-anak mereka ketika mereka
lulus SMA. Yang perempuan sudah pasti akan langsung menikah dan yang laki-laki
akan menjadi petani seperti orang tua mereka. Tidak ada pendidikan jenjang
perguran tinggi bagi anak-anak di sini. Pola fikir orang tua yang sudah
membudaya di tengah-tengah masyarakat. Cukup terdiam menerima kenyataan bahwa
anak-anak perempuan di sini hampir semua menikah di usia masih sangat muda.
Lulus SMA, bahkan ada yang lulus SMP langsung menikah. Aku kadang bertanya
kepada gadis-gadis belia itu ketika mereka ikut mengaji di pesantren ummi ety,
kenapa mereka tidak mau melanjutkan kuliah, atau mengembangkan minat dan bakat
setelah lulus SMA. Mereka hanya tersenyum dan menjawab ala kadarnya, membuatku
kurang puas. Hanya karena sudah memiliki pacar ketika SMA dan harus segera
menikah daripada terjadi hal yang tidak di inginkan. Lagi-lagi pergaulan dan
lingkungan sangat mempengaruhi pola fikir mereka. Ya, walau bagaimana pun
memang lebih baik menikah dari pada terjadi hal yang tidak diinginkan. Nah lo.
Yuliiiii… what should I do, ya Allah?
Okey, kembali
kepada proyek pemberdayaan. Setelah 3 bulan berlalu akhirnya para petani itu
memperoleh hasil yang sungguh diluar dugaan. Usaha mereka berhasil memberikan
keuntungan dan bagi hasil yang cukup memuaskan bagi koperasi sebagai akses
permodalan dan usaha kelompok tani mereka sendiri. Aku sengaja membuat kelompok
usaha induk di bawahnya koperasi agar suatu saat nanti jika koperasi yang
selama ini menjadi satu-satunya akses permodalan mereka sudah tidak bisa
mengucurkan dananya lagi kepada para petani maka mereka bisa menggunakan uang
dari saldo kas kelompok induk tani.
Selain
memberdayakan ikan lele dan ikan hias aku berbaur juga dalam mengajar anak-anak
pesantren untuk ikut mengaji. Ummi ety sangat senang sekali aku bisa mengajar
anak-anak pengajian. Ketika ramadhan tiba aku mengajak sahabatku anisyah untuk
turut membantuku mengadakan lomba cerdas cermat, pidato, mewarnai, puisi dan
lomba adzan. Antusias anak-anak sungguh diluar dugaan. 3 jam sebelum lomba
dimulai anak-anak sudah hiruk pikuk berada di aera pesantren. Sedangkan aku
masih berada di kobong bersama anis menyiapkan kado pemenang lomba nanti. Aku
terharu ketika anak-anak mulai mengikuti lomba demi lomba. Aku sengaja mengeluarkan
banyak anggaran untuk acara ini dari uang saku ku. Aku tidak meminta kepada
ummi karena aku tahu ummi pun sudah cukup kesulitan untuk membiayai operasional
pesantren. Karena pak ustad suami ummi ety juga sedang sakit keras. Aku selalu
berdoa semoga pak ustad yang sangat rendah hati dan baik hati itu segera pulih
kembali.
Aku melihat
anak-anak ceria sekali, senyum mereka mengembang ketika aku menceritakan kisah-kisah
para nabi dengan gayaku sendiri. Ketika malam tiba aku arahkan mereka ke
halaman depan pesantren, yaitu sebuah halaman rumput yang cukup luas. Aku membuat
lingkaran dengan mereka dan aku mulai bercerita tentang nabi Muhammad sang
teladan dan para sahabat nabi yang sangat pemberani melawan orang kafir bersama
nabi Muhammad SAW. Mereka bertakbir dan ikut bernyanyi menyanyikan 25 nabi
dengan gubahan lirik dan lagam dari “lagu balonku ada lima”. Mereka hafal dan
mulai mengetahui satu demi satu kisah 25 nabi itu. Bahagianya.
Detik-detik
selsai program..
Sekitar satu
bulan lagi dari masa program pemberdayaanku selsai. Aku dikunjungi oleh kedua
orang tua ku dan kedua ua aku. Mereka berdecak dan geleng-geleng kepala tak
percaya aku tinggal dan bekerja ditempat seperti ini. Sampai sekarang aku tidak
tahu apakah mereka waktu itu bangga atau tidak padaku berada di sana dan
mandiri secara perlahan di sana. Tapi aku lihat sekilas wajah mamah dan bapak
tidak ada ke khawatiran terhadap diriku. Mereka sepenuhnya percaya bahwa aku
bisa melakukan hal apapun yang aku mau dan aku fokuskan semuanya di situ. Aku
memperkenalkan mereka semua kepada ummi ety, bu RT dan pak RT, merkeka juga aku
ajak menjenguk suami ummi ety pak usatad yang sedang sakit. Kedua orang tuaku
dan kedua ua ku turut sedih melihat ustad sakit keras seperti itu. Lalu mereka
pun pergi pamit setelah mengunjungiku. Aku tersenyum pahit melihat mereka
pergi.
Sampai pada
titik pengahabisan program, aku belum mengucapkan apapun kepada semua yang ada
di kampung babakan ini. Bahwa I have to go, and I always remember this moment
everytime. Tapi lagi-lagi aku belum siap hingga akhirnya pak RT mendapatkan
informasi rencana kepergianku dari orang lain. Semuanya cukup aneh karena aku
sepertinya baru beberapa hari tinggal di sini tapi sudah harus pergi. Beberapa
hari? Aku sudah 7 bulan di sini. Cukup lama memang.
Sambil berkemas
aku membuka jendela kobong. Mengingat masa-masa indah dan sedikit masa kelam
saat berada di sini. Bagaimana akhirnya aku terjatuh ketika membawa motor pas
hujan deras. Terjatuh ke selokan. Suatu kepastian karena tidak ada pilihan lain
waktu itu. Jatuh ke kiri masuk empang atau jatuh ke sebelahnya lagi masuk
selokan. Akhirnya aku malah masuk selokan. Rok hitamku robek seketika sampai
paha. Tinggal terlihat celana olah raga panjang dibalik rok hitamku itu, kaca
spion motor hilang ikut hanyut terbawa arus selokan. Sandal gunung sudah tak
berwarna hijau lagi dan berubah warna jadi coklat tanah. Ya, aku ingat kenangan
itu. Aku langsung ditolong oleh anaknya ummi ety dan aku bilang tidak apa-apa
ko. Lalu aku menjahit rok hitamku dirumah salah satu anggota petani ikan hias.
Menjahit dengn benang warna merah, jadi terlihat berwana rok hitamku itu. Tapi
setelah itu aku tertawa sendiri, kok bisa ya jatuh juga ke selokan. Hehe.
Termenung. Senyum lagi.
Lalu kenanganku
beralih lagi ketika aku tidur sendirian di kobong ditemani suara kodok empang
dan jangkrik sawah. Sekitar pukul 1 malam. Aku bermimpi. Mimpi yang mebuatku
menangis jika teringat mimpi itu. Mimpi dimana aku sedang berada pada suasana
lebaran, dan aku sedang makan ketupat bersama mamah dan bibi ku. Seketika itu
pula ada yang memberitahu kami bahwa ketupat yang kami makan beracun. Mamah dan
bibi yang belum menelan ketupat itu langsung lari ke belakang dan memuntahkan
semua ketupat yang belum tertelan itu. Sedangkan aku, aku sudah terlanjur
menelannya dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku terbangun (masih dalam mimpi)
aku berjalan lemas tak tentu arah. Aku lihat mamah dan bibi masih sibuk
menyalami keluarga besar di lebaran itu. Sepertinya mereka tak langsung melihat
kondisiku karena banyak tamu yang berdatangan ke rumah. Aku menghampiri mamah berusaha
bicara dengan mamah tapi mamah tidak mendengarku, aku bicara dengan bibi dia
juga tidak menyadari keberadaanku, aku kaget dan menangis seketika. Semua orang
yang ada dipertemuan itu tidak melihat keberadaanku. Aku berlari ke tempat aku
tadi memakan ketupat itu. Ternyata tubuhku terkulai di situ. Aku menangis
sejadi-jadinya karena ternyata aku sudah terpisah dari jasadku. Aku kembali
ingin menemui mamah dan ingin menyadarkan dia bahwa ini aku, anakmu, bantulah
aku mah. Aku berlari keruang tamu dan aku berhenti berlari ketika aku melihat
sahabat masa kecilku datang kerumah untuk bertamu dan saling maaf memaafkan.
Aku melihat dia, menyalami semua keluargaku, aku mendekatinya. Lagi-lagi dia
tidak menyadari keberadaanku. Hatiku semakin tercabik karena harus menerima
kenyataan bahwa aku telah “meninggal”.
Ya aku
meninggal, aku masih menangis diluar rumah yang sedang ramai dengan tamu dilebaran
itu. Sehingga sampailah pada saat cahaya itu datang. Cahaya itu berwarna putih
membentuk lorong panjang. Aku meilhat lorong itu dan aku menangis tanpa henti
dan mulai menerima kenyataan bahwa aku harus pergi melewati lorong itu. Aku
memohon pada Allah bahwa aku siap bertemu denganNya dengan satu syarat, “Maafkan
semua kesalahan dan dosa-dosaku.. ya Allah..” Aku berjalan perlahan melewati
cahaya putih itu. Langkah demi langkah aku lalui, aku masih terisak, lalu
setelah beberapa langkah aku melewati lorong cahaya itu, cahaya mulai meredup
dan menelanku ke dalam dan suasana lain dengan redup dan mulai gelap. Aku
tersadar bahwa aku belum waktunya pergi, aku melihat ke belakang dan pintu lorong
itu masih terbuka lebar, melihat halaman depan rumahku. Aku masih melihat
halaman depan rumahku. Aku berbalik arah dan berlari meninggalkan lorong itu
dan aku mengatakan sesuatu kepada Allah, dan kata-kata itu sungguh tidak tahu
akan seperti apa nantinya. Aku berkata “ya Allah aku harus menyampaikan sesuatu
kepada sahabat kecilku dulu. Aku belum mau pergi”. Aku berlari dan terus
berlari sehingga aku mampu keluar dari lorong itu dan cahaya alam dunia kembali
kepadaku. Aku kembali ke halaman rumah dan.. aku terbangun dari mimpi. Aku
menangis sejadi-jadinya di kobong. Aku lalu berlari keluar kobong mengambil air
wudhu dan menunaikan shalat malam dan menangis sejadi-jadinya sampai subuh
tiba.
Aku tidak
menceritakan mimpi ini kepada orang lain. Hanya menuliskannya di sini. Sampai
sekarang aku tidak tahu apa yang akan aku sampaikan kepada sahabat kecilku itu
dalam mimpiku.
Dipenghujung
kepergianku di kobong, pesantren, kampung babakan, koperasi, masyarakat mandiri
dompet dhuafa dan semua yang telah menyukseskan program pemberdayaan ini. Aku
berterima kasih banyak karena tanpa kalian semua, aku bukanlah apa-apa. Aku
tetaplah yuli yang belum seproduktif ini sampai dengan bertemu kalian. Sampai
hari kepergianku pun aku tidak pamitan dengan kalian. Maafkan aku karena aku
paling tidak suka perpisahan. Terasa menyakitkan, seperti mimpiku itu. Aku
hanya berharap kita akan selalu bertemu dalam keadaan yang paling baik dan
paling bertaqwa kepada Allah SWT. Aamiin.
Untuk orang terkasih
yang menemani masa pertama baktiku : Bapak Sutisna, Bude Hesti, Mba vika, mba
tri, ibu RT, bapak RT, ummi etty, pak ustad, bu euis, bu tuti, pak omat, pak
dedi dan semua desa binaan di jampang dan kampung iwul. I miss u always and
forever. Semoga Allah merahmati kita semua.